Jumat, 21 Oktober 2011

Call From Beijing


Sabtu, 1 April 2010, pagi-pagi sekali saya memacu motor saya menuju salah satu hotel di Jl. Sudirman untuk mengikuti pelatihan. Sengaja pergi pagi, karena niat saya, menyempatkan mampir ke rumah mama di Bukit Duri. Setelah kenyang karena dapat sarapan gratis di sana, lanjut menuju tempat pelatihan. Oh ya, permaisuri berpesan, tas saya sudah dimasukkan dua roti untuk saya sarapan sebelum pelatihan nanti.
          Sesampainya di lokasi pelatihan, belum ada satu pun peserta yang datang, kecuali saya. Pintu ruangan pelatihan juga masih dikunci. Hari itu adalah hari keenam saya mengikuti pelatihan. Pelatihan yang mungkin untuk saya lebih pantas saya sebut pencerahan. Saya mendapat banyak pencerahan dari pelatihan ini. Semua yang diajarkan bertujuan membuat hidup lebih bermanfaat, bagi diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Tak terasa, besoknya adalah hari terakhir.
          “Ah, saya harus nikmati hari ini. Dimulai dengan pagi ini.”
          Saya putuskan untuk melangkah menuju sebuah taman tidak jauh dari ruang pelatihan. Pintu menuju taman saya buka, saya rasakan udara pagi Jakarta, cukup menyegarkan. Lalu, ngapain saya di situ? Saya lakukan satu kegiatan yang sudah saya lakukan selama bertahun-tahun. Hobi yang paling saya sukai. Bengong alias melamun. Nenek saya sering bilang agar saya jangan terlalu sering melamun, tidak baik. ”Orang pintar” mengatakan di salah satu media yang isinya horor melulu, melamun itu bisa memancing makhluk halus datang, karena pikiran kita kosong. Seorang brother di perkumpulan motor sering mengingatkan, saya boleh melamun, tapi ketika sedang tidak berkendara, ya iya lah! Memangnya saya kangen rumah sakit? Kakak saya malah bilang begini,”Lo tuh ya, tidur aja pake mikir, melamun mulu sih. Tuh jidat berkerut gitu. Mikirin apaan sih?”
Semua itu tidak membuat saya menghilangkan hobi saya. Dari semua hal tadi, yang saya paling tidak setuju adalah perkataan dari ”orang pintar”. Buat saya, justru pada saat melamun, pikiran kita tidak kosong. Melamun versi saya adalah bervisualisasi, tentang apa pun. Pada saat melamun dan bervisualisasi, menyadarkan saya, ternyata pikiran saya memiliki kekuatan, kekuatan pikiran. Saya langsung teringat di sesi pembukaan pelatihan. Untuk apa saya mengikuti pelatihan ini? Spontan saya jawab, agar ingin lebih akrab dengan otak dan pikiran saya. Mendengar jawaban saya yang nyeleneh itu, guru dan peserta lainnya tertawa.
Kembali ke taman, saya berpikir bagaimana membuat pagi ini lebih berwarna. Saya pasang head set, saya nyalakan salah satu musik latarnya film Forest Gump. Sambil sesekali menyempilkan roti ke mulut, saya goyang-goyangkan kaki, tarik nafas panjang dan mulailah. Saya langsung berkelana, menjelajah pikiran dan saya mulai bervisualisasi. Muncul wajah seorang teman baik.
“Why She?” Pikir saya waktu itu. Oh ya, mungkin karena sudah hampir seminggu tidak berkomunikasi karena dia meraih jalan-jalan gratis ke Beijing.
Saya membayangkan senyum dan tawanya di daratan Cina sana. Terlihat begitu sibuknya ia mengabadikan dirinya melalui kamera digital untuk kepentingan pekerjaannya nanti.
“Padahal sih ada unsur narsisnya, hehehe…” Saya tersenyum simpul membayangkannya.
Terlihat pula ketika ia menapaki tangga demi tangga tembok besar Cina yang terkenal itu.
“Pasti dia ngos ngosan naiknya. Yakin lah sumpah.”
Tampak juga bagaimana dia bersenda gurau dengan rekan-rekan seperjalanannya, berbelanja, ceria sekali. Teringat sesaat sebelum ia boarding naik pesawat ketika masih di Jakarta.
“Ry, titip Jakarta ya, hahaha...! Aku boarding.”
”Oke, have fun!” Jawabku singkat, karena saat ia berangkat, saya sudah mulai pelatihan di hari kedua.
Visualisasi saya bergerak maju kembali. Kali ini terlihat senyumnya yang begitu bangga bisa meraih tenaga pemasar terbaik dan berhak mendapatkan jalan-jalan gratis. Semakin lama, senyum itu semakin jelas. Semakin kuat, bahkan mulai sayup-sayup terdengar suara tawanya. Roti di tangan saya masukkan ke mulut, persis seperti sedang menonton film di bioskop dengan pop corn. Beberapa menit saya nikmati momen itu. Mungkin jika ada yang melihat saya waktu itu akan terheran. Ada pria keren di taman senyum-senyum sendirian, hehehe...
Tiba-tiba musik hilang. Tidak mungkin habis, karena dipasang berulang-ulang. Saya lirik ponsel saya, ada panggilan masuk dengan nomor yang tidak biasa. Nomornya asing. Saya lihat kode depannya, perasaan di Indonesia tidak ada kode nomor ini. Saya lepas head set, cabut ujung kabelnya dari ponsel dan tekan tombol terima panggilan.
”Halo.”
”Arrrrryyyyyyyyy...!!” Suara perempuan berteriak.
”Hah! Kamu?”
”Iya! Lagi apa? Belum selesai trainingnya?”
Anda tahu saya jawab apa? Tepat sekali, saya tidak menjawab apa-apa. Seketika bulu kuduk saya berdiri, merinding dan bertanya dalam hati. ”Koq bisa ya?”
”Ary...Hallo, Arrryy!” Suara di telepon memanggil.
“Hahahahahahaha.....” Saya tertawa, kemudian tertawa lagi. Seakan tak percaya, saya tertawa lagi.
”Koq ketawa sih?” Aku lagi di pesawat, baru mau take off menuju Hongkong.”
“Lho, di pesawat koq masih bisa menelepon?” Tanya saya.
“Gak apa-apa koq, sekalian habiskan pulsa. Nanti di Hongkong tidak bisa terpakai. Terus ingat kamu, jadi aku telepon deh.”
“Hahahahahaha...” Saya tertawa lagi.
Setelah perbincangan yang ngalor ngidul selama beberapa menit, percapakan antar benua itu harus diakhiri. Pesawat yang ia tumpangi sebentar lagi terbang, ponselnya harus dimatikan.
“Ry, HPnya harus dimatiin, aku udah diomelin.”
”Hahahah, rasain. Have fun ya di Hongkong, take care!”
Saya lihat jam tangan saya, hampir pukul sembilan. Saya bergegas masuk koridor hotel menuju ruang pelatihan. Saya bertanya dalam hati, apakah ini hanya sebuah kebetulan? Tapi, baru beberapa hari saya dapat pencerahan, tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini, segala sesuatunya berhubungan. Apakah ini yang namanya kekuatan pikiran? Hanya satu kalimat yang terucap dari mulut saya sebelum masuk ruangan. Agar fair saya harus berterima kasih atas teleponnya. Momen yang sangat bermakna.
Amazing! Terima kasih ya LyDeA...”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar