Jumat, 21 Oktober 2011

Mahasiswi Baru Yang Bikin Penasaran


Masa penerimaan mahasiswa dan mahasiswi baru adalah masa dimana para senior, terutama mahasiswa, senang bukan kepalang. Bisa melihat wajah-wajah baru yang menambah dinamika dan kesegaran kampus, hehehe... Tak berani menyangkal, saya pun menikmati kesenangan ini.
“Hey, ada yang manis lho.”
“Hmm, yang itu lumayan euy!”
“Weits, siapa tuh yang barusan lewat?”
”Waduh, bening!”
Kira-kira ungkapan ekspresi itulah yang biasa terdengar dari mahasiswa senior terhadap mahasiswi-mahasiswi baru. Seakan-akan secara alami telah terjadi pengelompokkan antara mana yang cantik, lumayan dan biasa saja. Pelecehan? Hmm, saya rasa tidak. Pembelaan kami saat itu adalah, proses ini alami. Terjadi setiap tahun. Ada yang menyambut dengan harapan dapat pacar pertama.
”Semoga di antara mahasiswi baru yang masuk ke kampus ini, ada satu yang nyangkut di gue. Tampang gue juga nggak pas pasan amat.”
Ada juga yang sudah punya pacar, tapi tetap mencuri-curi pandang ke mahasiswi baru, untuk penyegaran katanya.
”Lho, kalau untuk sekedar melirik nggak masalah dong. Toh gue tetap pacaran sama pacar gue.”
Atau bahkan, ada lho yang setiap tahun berganti pacar, fantastis!
Nah, biasanya, dari sekian banyak ”bintang” baru kampus, seiring dengan berjalannya waktu, mengerucutlah menjadi hanya beberapa ”bintang”. Faktor penyeleksiannya diantaranya ada yang akhirnya jadian dengan senior, ada pula yang tidak ada kesesuaian antara kecantikan fisik dan non fisik, sifat maksudnya. Ada juga mahasiswi baru yang karena saking cantiknya, ditambah berbudi, ramah, baik, lembut, pokoknya hampir tiada cela, justru tidak ada yang berani mendekati, alasan utamanya, cowok-cowok pada minder. Hasilnya, hanya bisa melihat dari kejauhan, berdecak kagum setiap kali ia lewat, termasuk saya.
Situasi ini terjadi di tahun ketiga saya menjadi mahasiswa. Bintangnya mahasiswa baru waktu itu, sebut saja Rory. Sebutkan semua unsur penilaian untuk seorang wanita, untuk Rory, semuanya mentok di nilai tertinggi. Berita dan informasi sesepele apapun mengenai Rory tersebar cepat. Majalah gosip terbitan kampus tak luput dari berita tentangnya.
Lalu, di manakah saya waktu itu? Saya larut dalam ombang-ambing kisah seorang Rory ini. Sering melihatnya dari kejauhan, menikmati senyumnya, tapi tetap, tak berani mendekati. Sampai di suatu petang, saya lihat Rory turun dari gedung dua dengan wajah yang sedikit aneh, seperti memikirkan sesuatu yang berat sekali. Saya sedang bersiap main bola ketika ia lewat. Ada godaan untuk menyapanya. Hati saya bicara.
”Ayo, sapa dia! Gak ada salahnya, dia pasti senang.”
”Ayo cepat! Rory sudah dekat, sebentar lagi melewatimu, dan hari ini akan menjadi hari yang sama seperti kemarin. Kalau mau lebih dekat dan paham mengenai dirinya, lakukan saja.”
Tanpa sepatah kata, saya senyum ke arahnya, ia pun balas tersenyum. Dinginnya angin Jatinangor terasa hangat.
”Hai, Ary kan?”
“Iya, koq tahu?” Jawab saya.
”Lo kan di tim medik waktu ospek kemarin. Gue tahu dari teman yang sakit waktu ospek. Katanya ada anak medik yang baik, baru kemarin dia nunjukkin, dan itu elo.”    
“Oh..” Tiba-tiba saya tertegun, entah karena ge’er atau kaget. Seorang Rory yang bintang kampus, tahu nama saya.
Hari-hari berikutnya terasa lebih bergairah. Bagaimana tidak, ada seseorang yang saya lihat, Rory. Berpapasan saja sudah senang, apalagi bertegur sapa atau bahkan ngobrol walau sesaat. Saya beranikan mampir ke kosnya yang tidak dekat-dekat amat sih, di Bandung sana, hehehe... Lumayan, harus naik bus kota, hampir satu jam perjalanan. Semuanya demi pemahaman saya akan seorang Rory. Masih teringat bisikan hati waktu itu, ”Kalau mau lebih dekat dan paham mengenai dirinya, lakukan saja.”
Bagaimana dengan para pengagumnya yang lain? Ya mereka cukup heran dengan kedekatan kami. Apalagi saat inisial nama saya dan Rory masuk di salah satu rubrik majalah gosip terbitan kampus. Membanggakan? Biasa saja, tapi melayang, hahaha...
Pertemanan kami tidak berlangsung lama, ia lulus lebih cepat, karena ia memang mengambil program diploma, sedangkan saya strata satu. Kira-kira dua tahun yang lalu, setelah bertahun-tahun saya dinyatakan lulus dari kampus itu, secara tak sengaja saya melihat sosok Rory di sebuah iklan televisi. Keceriaan wajahnya masih sama, senyumnya pun masih sama. Seorang teman yang bekerja di sebuah media mengabarkan, Rory adalah finalis sebuah pemilihan model di salah satu majalah wanita ternama. Dan baru hitungan bulan, kami bersua di situs jejaring sosial. Ia masih memanggil saya dengan panggilan khasnya, ”Abaaaannngg Arryyy.....!!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar