Jumat, 21 Oktober 2011

Si Bohay

Jika Anda tanya, siapa pasangan saya yang paling setia sampai saat ini? Jawaban saya pasti si Bohay. Motor yang saya miliki sejak akhir tahun 2003. Artinya, hampir tujuh tahun Bohay menemani saya dalam suka, duka, hujan, kering, panas, dingin, kencan, jomblo, pacaran dan lain-lain. Entah sudah berapa ribu kilometer jarak yang sudah kami tempuh bersama. Selama kurun waktu tujuh tahun itu, sudah dua kali si Bohay dirawat besar untuk turun mesin.
Perkenalan saya dengan Bohay terjadi secara tidak sengaja. Saya sedang bertugas meliput salah satu dealer motor baru di bilangan Tebet. Sambil menunggu nara sumber, saya sempatkan lihat-lihat motor yang dipajang. Tertarik? Tentu saja. Tapi, saya sadar diri, pekerjaan masih sebagai reporter pemula, gaji belum seberapa, jadi saya tidak terlalu berharap. Lagipula, waktu itu saya masih diperkenankan memakai motor kakak. Tapi, kenapa motor ini terus terbayang di pikiran saya ya? Padahal saya sudah menjauh dari ruang pamer. Pertanda bahwa saya bisa memilikinyakah? Ponsel di saku bergetar. Mama menghubungi.
”Lagi liputan?” Tanya mama.
”Iya nih, lagi di dealer motor.”
“Tanya deh, berapa uang mukanya.”
“Hah? Buat apa Ma?”
“Ya tanya aja. Mama pengen tahu.”
“Udah tahu koq Ma. Dua juta.”
“Ada yang disuka nggak?”
“Ya ada Ma. Tapi..”
Sebelum saya lanjutkan, Mama sudah memotong.
“Udah pilih saja yang disuka. Uang mukanya biar Mama yang bayar, nanti cicilannya tanggung jawab sendiri.”
Sempat termenung mendengar perintah mama. Saya tahu sekarang, mengapa bayangan motor itu berputar-putar di pikiran saya.
”Saya memang percaya, kalau saya pasti punya motor sendiri. Tapi secepat ini? Saya percaya, maka saya lihat?” Tanya saya dalam hati. Kembali saya bicara dengan mama.
”Ma, nanti gajinya kepotong untuk cicilan motor dong. Nggak bisa bantu Mama lagi tiap bulan karena sisanya hanya cukup untuk uang makan sebulan.”
”Nggak apa-apa. Daripada gajinya nggak jelas dipakai untuk apa? Mending dibeliin barang yang bermanfaat. Apalagi Ary kerjanya keliling cari berita. Anggap aja ini balasan dari Mama. Kan waktu naik haji, ongkosnya didapat dari mobil kita yang dijual. Biar belajar bertanggung jawab, lebih baik bekerja dengan motor sendiri, rawat sendiri, beli bensin atas hasil keringat sendiri.”
Saya belajar dan selalu belajar banyak dari Mama. Beliau bilang, segala sesuatunya berhubungan. Saya dapat mobil karena kuliah di negeri, beliau pergi untuk ibadah haji, saya bekerja sebagai reporter, saya punya motor ini. Sekali lagi saya sadar, tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini, segala sesuatunya berhubungan. Setiap perilaku dan perubahan yang terjadi pada saya, selalu ada makna dan berkaitan. Tugas saya adalah, memastikan perilaku dan perubahan itu bermanfaat bagi saya, orang-orang terdekat saya dan lingkungan sekitar saya.
Dua hari kemudian, motor yang ada di pikiran saya itu sudah ada di depan rumah saya. Diantar sore hari dan masih terbungkus plastik di beberapa bagiannya. Seakan masih belum percaya waktu itu, motor itu adalah motor saya sendiri. Saya percaya, maka saya akan lihat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar